Sebuah kritikan
atas tulisan kritis kakanda Riswan
Rasyid, tentang (Filsafat sebuah "Takhayul"
yang Tersistematis).
Oleh
: M Jamil Goru
Sebagai mahluk yang berpikir dan mempunyai kelebihan atas mahluk
lain yang ada di dunia kita sering kali menjadi liar dan tak terkontrol. Tak terkontor
dalam artian bebas berpandangan dan juga berpendapat menggunakan kaca mata kita
sendiri. Tentunya dalam taraf dan takaran yang humanis dalam berkehidupan
tentunya.
Hal ini tentunya baik
saja untuk menuju suatu perubahan yang progresif, akan tetapi yang di
khawatirkan adalah keadaan dimana menjadikan buah pikiran kita sebagai suatu
kebenaran yang absolut apalagi ada unsur paksaan yang tersirat agar bisa di
terima dan di jadikan acuan dalam bertindak.
Dalam menggapai suatu
pengetahuan tentu haruslah ada yang namanya metodologi dan cara – cara untuk
menggapai pengetahuan tersebut tergantung dalam kajian apa dan pada tahapan
yang mana yang harus kita dudukan terlebih dahulu. Tahapan dalam artian penyesuaian
antara metodologi dan pengetahuan itu
sendiri. Karena akan aneh jika metodologi yang kita pakai tidak singkron dengan
problematika dilematis yang kita hadapi.
Sebelum kita lanjutkan
pembahasan ini alangkah baiknya kita batasi dulu makna dari metodologi ini
sendiri agar tidak terjadi distorsi pemahaman seperti yang di katakan Jurgen
Hubermas. Menurut wikipesia, Metodologi adalah ilmu-ilmu/cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran menggunakan
penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan kebenaran, tergantung
dari realitas yang sedang dikaji. Metodologi tersusun dari cara-cara yang
terstruktur untuk memperoleh ilmu.
Dari penjelasan diatas tentunya kita dapat menarik kesimpulan
bahwa metodologi sebagai instrument (alat ) untuk menelusuri kebenaran dengan
bergantung pada realitas dan kajian tertentu bukan instrument (alat) yang
membatasi kretifitas dan keberfikiran kita sebagai subjek pemikir. Metodologi
adalah rumus untuk mempermudah dalam penyelesaian suatu soal, maka metodologi
itu membuka jalan bukanya menutup apalagi membatasi kreatifitas. metodologi akan
menghambat jika kita salah mendudukan dan menempatkan dia sebagai ‘apa’, ‘dimana’
dan ‘kapan’. Maka yang harus dilakukan
adalah menyelaraskan antara metodologi dan problem yang di hadapi maka yang di
khawatirkan hubermas di atas tidak akan terjadi.
maka perdebatan filasafat pada hari ini bukan pembahasan yang
filosofis apabila metodologi di salah artikan sebagaai penentu kebenaran (hakim
kebenaran), akan tetapi apabila metologi didudukan pada posisi dimana
semestinya metodologi itu di gunakan, maka filsafat adalah khayalan (takhayul) yang tersistematisasi
hanyalah hasil dari konstruksi takhayul itu sendiri. Maka tidak ada lagi konsekuensi
tentang filsafat sebagai khayalan yang tersistematis. Karena konsekuensi itu
hanya berlaku jika metodologi di jadikan sebagai penentu kebenaran bukanya alat
menuju kebenaran pada kajianya tersendiri.
#walla hualam
#teriakanpena.blogspot.com
*ini hanya tanggapan spontan, kekeliruan adalah hal yang
manusiawi. Maka dari itu masukan dan perbaikan sangat di harapkan untuk
perubahan yang progresif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar