Jumat, 19 Januari 2018


Sebuah kritikan atas tulisan kritis kakanda Riswan Rasyid, tentang (Filsafat sebuah "Takhayul" yang Tersistematis).


Oleh : M Jamil Goru

Sebagai mahluk yang  berpikir dan mempunyai kelebihan atas mahluk lain yang ada di dunia kita sering kali menjadi liar dan tak terkontrol. Tak terkontor dalam artian bebas berpandangan dan juga berpendapat menggunakan kaca mata kita sendiri. Tentunya dalam taraf dan takaran yang humanis dalam berkehidupan tentunya.
Hal ini tentunya baik saja untuk menuju suatu perubahan yang progresif, akan tetapi yang di khawatirkan adalah keadaan dimana menjadikan buah pikiran kita sebagai suatu kebenaran yang absolut apalagi ada unsur paksaan yang tersirat agar bisa di terima dan di jadikan acuan dalam bertindak.
Dalam menggapai suatu pengetahuan tentu haruslah ada yang namanya metodologi dan cara – cara untuk menggapai pengetahuan tersebut tergantung dalam kajian apa dan pada tahapan yang mana yang harus kita dudukan terlebih dahulu. Tahapan dalam artian penyesuaian antara  metodologi dan pengetahuan itu sendiri. Karena akan aneh jika metodologi yang kita pakai tidak singkron dengan problematika dilematis yang kita hadapi.
Sebelum kita lanjutkan pembahasan ini alangkah baiknya kita batasi dulu makna dari metodologi ini sendiri agar tidak terjadi distorsi pemahaman seperti yang di katakan Jurgen Hubermas. Menurut wikipesia, Metodologi adalah ilmu-ilmu/cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan kebenaran, tergantung dari realitas yang sedang dikaji. Metodologi tersusun dari cara-cara yang terstruktur untuk memperoleh ilmu.
Dari penjelasan diatas tentunya kita dapat menarik kesimpulan bahwa metodologi sebagai instrument (alat ) untuk menelusuri kebenaran dengan bergantung pada realitas dan kajian tertentu bukan instrument (alat) yang membatasi kretifitas dan keberfikiran kita sebagai subjek pemikir. Metodologi adalah rumus untuk mempermudah dalam penyelesaian suatu soal, maka metodologi itu membuka jalan bukanya menutup apalagi membatasi kreatifitas. metodologi akan menghambat jika kita salah mendudukan dan menempatkan dia sebagai ‘apa’, ‘dimana’ dan ‘kapan’.  Maka yang harus dilakukan adalah menyelaraskan antara metodologi dan problem yang di hadapi maka yang di khawatirkan hubermas di atas tidak akan terjadi.
maka perdebatan filasafat pada hari ini bukan pembahasan yang filosofis apabila metodologi di salah artikan sebagaai penentu kebenaran (hakim kebenaran), akan tetapi apabila metologi didudukan pada posisi dimana semestinya metodologi itu di gunakan, maka  filsafat adalah khayalan (takhayul) yang tersistematisasi hanyalah hasil dari konstruksi takhayul itu sendiri. Maka tidak ada lagi konsekuensi tentang filsafat sebagai khayalan yang tersistematis. Karena konsekuensi itu hanya berlaku jika metodologi di jadikan sebagai penentu kebenaran bukanya alat menuju kebenaran pada kajianya tersendiri.

#walla hualam
#teriakanpena.blogspot.com

*ini hanya tanggapan spontan, kekeliruan adalah hal yang manusiawi. Maka dari itu masukan dan perbaikan sangat di harapkan untuk perubahan yang progresif.
  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

S ebuah kritikan atas tulisan kritis kakanda Riswan Rasyid , tentang ( Filsafat sebuah "Takhayul" yang Tersistematis). O...